Jumat, 21 Desember 2012

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM


A.    Pengertian Pemimpin
Kepemimpinan (leadership) adalah kegiatan manusia dalam kehidupan. Secara etimologi, kepemimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata dasar “pimpin” yang jika mendapat awalan “me” menjadi “memimpin” yang berarti menuntun, menunjukkan jalan dan membimbing. Perkataan lain yang sama pengertiannya adalah mengetuai, mengepalai, memandu dan melatih dalam arti mendidik dan mengajari supaya dapat mengerjakan sendiri. Adapun pemimpin berarti orang yang memimpin atau mengetuai atau mengepalai. Sedang kepemimpinan menunjukkan pada semua perihal dalam memimpin, termasuk kegiatannya.
Dalam bahasa Arab seorang pemimpin disebut khalifah. Kata khalifah ini berasal dari akar kata خ-ل-ف dalam kamus Al-Asri berarti mengganti begitu juga termaktub dalam kamus al-Munawwir. Khalifah adalah isim fa’il yang berarti pengganti.
Dalam al-Quran kata khalifah juga berarti pemimpin (QS. Al-Baqarah: 30) dan dalam ayat lain dikatakan pewaris. Mungkin semua makna ini bisa sesuai dengan kondisi ayat al-Quran tersebut dan maksudnya. Dengan kata lain bahwa manusia diciptakan telah mempunyai kemampuan menjadi pemimpin, pewaris, atau pengganti.
Ibnu khaldun dalam kitab Muqaddimah banyak berbicara mengenai khalifah dan imamah (kepemimpinan). Ia menarik teori bahwa manusia mempunyai kecendrungan alami untuk memimpin karena mereka diciptakan sebagai khalifah.
Pada hakikatnya setiap manusia adalah seorang pemimpin dan setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Manusia sebagai pemimpin minimal harus mampu memimpin dirinya sendiri. Dalam lingkungan organisasi harus ada pemimpin yang secara ideal dipatuhi dan disegani oleh bawahannya. Kepemimpinan dapat terjadi melalui dua bentuk, yaitu: kepemimpinan formal (formal leadership) dan kepemimpinan informal (informal leadership).
Kepemimpinan formal terjadi apabila dilingkungan organisasi jabatan otoritas formal dalam organisasi tersebut diisi oleh orang-orang yang ditunjuk atau dipilih melalui proses seleksi, sedang kepemimpinan informal terjadi, di mana kedudukan pemimpin dalam suatu organisasi diisi oleh orang-orang yang muncul dan berpengaruh terhadap orang lain karena kecakapan khusus atau berbagai sumber yang dimilikinya dirasakan mampu memecahkan persoalan organisasi serta memenuhi kebutuhan dari anggota organisasi yang bersangkutan.

B.     Kriteria Seorang Pemimpin
Jika kita menyimak terhadap perjalanan siroh nabawiyah (sejarah nabi-nabi) dan berdasarkan petunjuk Al-Qur'an (Qs. 39:23) dan Al-Hadits (Qs. 49:7), maka kita dapat menyimpulkan secara garis besar beberapa kriteria dalam menentukan pemimpin.
Beberapa faktor yang menjadi kriteria yang bersifat general dan spesifik dalam menentukan pemimpin tersebut adalah antara lain :
1)      Faktor Keulamaan
Dalam Qs. 35 : 28, Allah menerangkan bahwa diantara hamba-hamba Allah, yang paling takut adalah al-‘ulama. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pemimpin tersebut memiliki kriteria keulamaan, maka dia akan selalu menyandarkan segala sikap dan keputusannya berdasarkan wahyu (Al-Qur'an). Dia takut untuk melakukan kesalahan dan berbuat maksiat kepada Allah.
Berdasarkan Qs. 49 : 1, maka ia tidak akan gegabah dan membantah atau mendahului ketentuan yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam pengambilan keputusan, ia selalu merujuk kepada petunjuk Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Berdasarkan Qs. 29 : 49, maka seorang pemimpin yang berkriteria ulama, haruslah memiliki keilmuan yang dalam di dalam dadanya (fii shudur). Ia selalu menampilkan ucapan, perbuatan, dan perangainya berdasarkan sandaran ilmu.
Berdasarkan Qs. 16 : 43, maka seorang pemimpin haruslah ahlu adz-dzikri (ahli dzikir) yaitu orang yang dapat dijadikan rujukan dalam menjawab berbagai macam problema ummat.
2)      Faktor Intelektual (Kecerdasan)
Seorang calon pemimpin haruslah memiliki kecerdasan, baik secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).
Dalam hadits Rasulullah melalui jalan shahabat Ibnu Abbas r.a, bersabda :
"Orang yang pintar (al-kayyis) adalah orang yang mampu menguasai dirinya dan beramal untuk kepentingan sesudah mati, dan orang yang bodoh (al-‘ajiz) adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan pandai berangan-angan atas Allah dengan segala angan-angan." (HR. Bukhari, Muslim, Al-Baihaqy)
Hadits ini mengandung isyarat bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang mampu menguasai dirinya dan emosinya. Bersikap lembut, pemaaf, dan tidak mudah amarah. Dalam mengambil sikap dan keputusan, ia lebih mengutamakan hujjah Al-Qur'an dan Al-Hadits, daripada hanya sekedar nafsu dan keinginan-nya. Ia akan menganalisa semua aspek dan faktor yang mempengaruhi penilaian dan pengambilan keputusan.
Berdasarkan Qs. 10 : 55, mengandung arti bahwa dalam mengambil dan mengajukan diri untuk memegang suatu amanah, haruslah disesuaikan dengan kapasitas dan kapabilitas (kafa'ah) yang dimiliki (Qs. 4 : 58).
Rasulullah berpesan : "Barangsiapa menyerahkan suatu urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya."
3)      Faktor Kepeloporan
Berdasarkan Qs. 39 : 12, maka seorang pemimpin haruslah memiliki sifat kepeloporan. Selalu menjadi barisan terdepan (pioneer) dalam memerankan perintah Islam.
Berdasarkan Qs. 35 : 32, maka seorang pemimpin haruslah berada pada posisi hamba-hamba Allah yang bersegera dalam berbuat kebajikan (sabiqun bil khoiroti bi idznillah)
Berdasarkan Qs. 6 : 135, maka seorang pemimpin tidak hanya ahli di bidang penyusunan konsep dan strategi (konseptor), tetapi haruslah juga orang yang memiliki karakter sebagai pekerja (operator). Orang yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga pandai bekerja.
Berdasarkan Qs. 6 : 162 - 163, maka seorang pemimpin haruslah orang yang tawajjuh kepada Allah. Menyadari bahwa semua yang berkaitan dengan dirinya, adalah milik dan untuk Allah. Sehingga ia tidak akan menyekutukan Allah, dan selalu berupaya untuk mencari ridho Allah (Qs. 2 : 207)
Berdasarkan Qs. 3 : 110, sebagai khoiru ummah (manusia subjek) maka seorang pemimpin haruslah orang yang selalu menyeru kepada yang ma'ruf, mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan senantiasa beriman kepada Allah.
4)      Faktor Keteladanan
Seorang calon pemimpin haruslah orang yang memiliki figur keteladanan dalam dirinya, baik dalam hal ibadah, akhlaq, dsb.
Berdasarkan Qs. 33 : 21, maka seorang pemimpin haruslah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi dirinya. Sehingga, meskipun tidak akan mencapai titik kesempurnaan, paling tidak ia mampu menampilkan akhlaq yang baik layaknya Rasulullah.
Berdasarkan Qs. 68 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memiliki akhlaq yang mulia (akhlaqul karimah), sehingga dengannya mampu membawa perubahan dan perbaikan dalam kehidupan sosial masyarakat.
Faktor akhlaq adalah masalah paling mendasar dalam kepemimpinan. Walaupun seorang pemimpin memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa, tetapi apabila tidak dikontrol melalui akhlaq yang baik, maka ia justru akan membawa kerusakan (fasada) dan kehancuran.
5)      Faktor Manajerial (Management)
Berdasarkan Qs. 61 : 4, maka seorang pemimpin haruslah memahami ilmu manajerial (meskipun pada standar yang minim). Memahami manajemen kepemimpinan, perencanaan, administrasi, distribusi keanggotaan, dsb.
Seorang pemimpin harus mampu menciptakan keserasian, keselarasan, dan kerapian manajerial lembaganya (tandhim), baik aturan-aturan yang bersifat mengikat, kemampuan anggota, pencapaian hasil, serta parameter-parameter lainnya.
Dengan kemampuan ini, maka akan tercipta tanasuq (keteraturan), tawazun (keseimbangan), yang kesemuanya bermuara pada takamul (komprehensif) secara keseluruhan.
Oleh karena itu, mari kita lebih berhati-hati dalam menentukan imam atau pemimpin kita. Karena apapun akibat yang dilakukannya, maka kita pun akan turut bertanggung jawab terhadapnya. Jika kepemimpinannya baik, maka kita akan merasakan nikmatnya. Sebaliknya, apabila kepemimpinannya buruk, maka kita pun akan merasakan kerusakan dan kehancurannya. Wallahu a'lam bish-showwab
Kriteria seorang Pemimpinmenurut Islam, diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Beriman dan Beramal Shaleh
Ini sudah pasti tentunya. Kita harus memilih pemimpin orang yang beriman, bertaqwa, selalu menjalankan perintah Allah dan rasulnya. Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia maupun akherat. Disamping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal soleh. 
2)      Niat yang Lurus
Hendaklah saat menerima suatu tanggung jawab, dilandasi dengan niat sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan.Karena suatu amalan itu bergantung pada niatnya, itu semua telah ditulis dalam H.R bukhari-muslimDari Amīr al-Mu’minīn, Abū Hafsh ‘Umar bin al-Khaththāb r.a, dia menjelaskan bahwa dia mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut” Karena itu hendaklah menjadi seorang pemimpin hanya karena mencari keridhoan ALLAH saja dan sesungguhnya kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.

3)      Laki-Laki
Dalam Al-qur'an surat An nisaa' (4) :34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin dari kaum wanita. 
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara “(mereka; maksudnya, Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik).
Ayat ini menegaskan tentang kaum lelaki adalah pemimpin atas kaum wanita. Menurut Imam Ibnu Katsir, lelaki itu adalah pemimpin wanita, hakim atasnya, dan pendidiknya. Karena lelaki itu lebih utama dan lebih baik, sehingga kenabian dikhususkan pada kaum lelaki, dan demikian pula kepemimpinan tertinggi. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya). 
4)      Tidak Meminta Jabatan
Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin.Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

5)      Berpegang pada Hukum Allah.
Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.Allah berfirman,”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49).
6)      Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
7)      Menasehati rakyat
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”
8)      Tidak Menerima Hadiah
Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya.Rasulullah bersabda,” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).
9)      Tegas
Ini merupakan sikap seorang pemimpin yang selalu di idam-idamkan oleh rakyatnya. Tegas bukan berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang sesuai dengan Allah, SWT dan rasulnya.
10)  Lemah Lembut
Doa Rasullullah,’ Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya.
Selain poin- poin yang ada di atas seorang pemimpin dapat dikatakan baik bila ia memiliki STAF. STAF disini bukanlah staf dari pemimpin, melainkan sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tersebut. STAF yang dimaksud di sini adalah Sidiq (jujur), Tablig (menyampaikan), amanah (dapat dipercaya), fatonah (cerdas)
Sidiq itu berarti jujur. Bila seorang pemimpin itu jujur maka tidak adalagi KPK karena tidak adalagi korupsi yang terjadi dan jujur itu membawa ketenangan, kitapun diperintahkan jujur walaupun itu menyakitkan.Tablig adalah menyampaikan, menyampaikan disini dapat berupa informasi juga yang lain. Selain menyampaikan seorang pemimpin juga tidak boleh menutup diri saat diperlukan rakyatnya karena Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).Amanah berarti dapat dipercaya. Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim). Karena itu seorang pemimpin harus ahli sehingga dapat dipercaya.Fatonah ialah cerdas. Seorang pemimpin tidak hanya perlu jujur, dapat dipercaya, dan dapat menyampaikan tetapi juga cerdas. Karena jika seorang pemimpin tidak cerdas maka ia tidak dapat menyelesaikan masalah rakyatnya dan ia tidak dapat memajukan apa yang dipimpinnya.
Setelah kita mengetahui sebagian ciri- ciri pemimpin menurut islam. Marilah kita memilih dan membuat diri kita mendekati bahkan jika bisa menjadi seperti ciri- ciri pemimpin diatas karena kita merupakan Mahasiswa dan sebagai penerus bangsa.
C.    Akhlak Dan Sifat Yang Harus Dimiliki Pemimpin
Seorang pemimpin apapun tugas dan di mana pun kedudukannya, dipandang sebagai lambang organisasi dan menjadi juru bicara mewakili lembaga atau organisasi yang dipimpinnya. Dia perlu perilaku yang baik terhadap siapapun, agar lembaga atau organisasi yang dipimpinnya tidak dijauhi orang.
Rasulullah adalah qudwah hasanah kita, yang banyak mengajarkan tentang kepemimpinan. Apapun amal kita harus merujuk kepada beliau. Pemimpin juga harus begitu, meneladani akhlak, sifat dan perilaku beliau serta seluruh aktifitas kepemimpinan beliau.

Berikut adalah sifat dan akhlak yang harus dimiliki setiap pemimpin:
1.      Seluruh kegiatannya dilakukan semata hanya mengharap ridho Allah SWT.
2.      Ingatannya kuat, bijak, cerdas, berpengalaman dan berwawasan luas.
3.      Perhatian dan penyantun.
4.      Bersahabat dan sederhana.
5.      Shidiq, benar dalam berkata, sikap dan perbuatan.
6.      Tawadhu’.
7.      Memaafkan, menahan amarah, sabar, dan berlaku ihsan.
8.      Menepati janji dan sumpah setia.
9.      Tekad bulat, tawakkal dan yakin serta menjahui sikap pesimis.


D.    Adab dan Pergaulan Pimpinan dan Anggota
Maksudnya ialah aturan dan adab pergaulan pimpinan dan anggota agar terbentunya keefektifan kinerja antara keduanya. Yaitu sebagai berikut:
1.      mengucapkan salam dan bertanya kabar kalau berjumpa.
2.      saling menghormati dan menghargai.
3.      saling mempercayai dan baik sangka.
4.      nasehat-menasehati demi kemajuan organisasi atau lembaga.
5.      bawahan boleh mengkritik pimpinan kritikan yang membangun.
6.      pimpinan harus berlapang dada dalam menerima kritikan dari segenap anggota demi kemajuan bersama.
E.     Amanah dan Tanggung Jawab Pemimpin
Seorang pemimpin dibebani amanah dan tanggung jawabyang harus ia laksanakan untuk mencapai tujuan dari organisasi yang ia pimpin. Dalam islam setiap manusia yang terlahir di muka bumi ini ialah seorang pemimpin yang memimpin umat ini kepada dien Allah. Semakin banyak orang yang dipimpinnya semakin berat pula beban yang dipikulnya. Dalam sebuah Hadist Rasulullah saw bersabda:
كلّكم راع وكلّكم مسؤول عن رعيّته
Artinya: setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta pertanggungjawaban tentang bapa yang ia pimpin.
Kepemimpinan tidak boleh diberikan kepada orang yang memintanya terlebih dengan ambisius untuk mendapatkannya. Kenapa? Karena dikhawatirkan dia tidak mampu mengemban amanah tersebut kemudian mungkin mempunyai niat lain atau ingin mengambil keuntungan yang banyak ketika ia telah mempunyai kekuasaan. Dalam hal ini Abu Dzar RA berkata, ”Aku bertanya,” wahai Rasulullah saw, maukah engkau mengangkatku memegang satu jabatan?” kemudian Rasulullah saw menepuk bahuku dengan tangannya sambil bersabda:
”wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau ini lemah dan sesungguhnya itu (jabatan) adalah amanah. Dan sesungguhnya ia pada hari kiamat menjadi kesengsaraan dan penyesalan, kecuali yang mengambilnya dengan haqnya dan menyempurnakan apa yang menjadi wajib keatasnya dan diatas jabatan itu.”
Seorang pemimpin juga harus memahamkan kepada anggotanya bahwa amanah yang dipikul ini akan dipertanggungjawabkan diakhirat kelak. Apakah ketika mengemban amanah pernah mendzolimi orang atau tidak. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
”Apabila seorang hamba (manusia) yang diberikan kekuasaan rakyat mati, sedangkan di hari matinya ia telah mengkhianati rakyatnya, maka Allah swt mengharamkan surga kepadanya.” (muttafaqun ’laih)
Sebelum memberi amanah pemimpin  harus melihat kapasitas yang kan diberi amanah tersebut. Karena amanah haruslah diberikan kepada orang yang kompeten atasnya kalau tidak maka akan menimbulkan ketidak sampainya tujuan bahkan mungkin menimbulkan kerusakan. Dalam sebuah Hadist dikatakan ”Kalau seandainya perkara itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya.

MORIL & DISIPLIN KERJA


A.      Pentingnya Semangat Kerja yang Tinggi
semangat kerja merupakan suatu kondisi dimana seseorang atau kelompok orang yang bekerjasamabe dalam melakukan pekerjaan dengan giat dan merasa senang terhadap hal-hal yang dilakukannya dalam mengejar tujuan. Semangat kerja berbeda antara organisasi satu dengan lainnya, hal ini dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Semangat kerja yang terbentuk secara positif akan bermamfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari luang lingkup pekerjaannya demi kemajuan di lembaga pemerintahaan tersebut, namun semangat kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.
Untuk memperbaiki semangat kerja yang baik membutuhkan waktu yang cukup lama untuk merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan-pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pimpinan kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya semangat kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.
Dengan adanya semangat kerja tersebut, maka akan berdampak pada:
1.      Pekerjaan akan menjadi lebih cepat diselesaikan.
2.      Kerusakan akan dapat dikurangi.
3.      Absensi akan dapat diperkecil
4.      Kemungkinan perpindahan karyawan dapat diperkecil seminimal mungkin.
Hal ini semua berarti diharapkan bukan saja produktivitas kerja dapat ditingkatkan, tetapi juga ongkos perunit akan diperkecil. Oleh karena itulah maka sudah selayaknya apabila setiap perusahaan selalu berusaha agar para karyawan mempunyai moral kerja yang tinggi sebab dengan moral kerja yang tinggi diharapkan semangat akan meningkat. Karena itulah semangat kerja pada hakekatnya adalah merupakan perwujudan dari moral kerja yang tinggi.
Jadi apabila suatu perusahaan mampu meningkatkan semangat kerja, maka mereka itu akan memperoleh banyak keuntungan. Semangat kerja timbul akibat adanya motivasi atau motivasi mendorong seseorang untuk dapat bekerja dengan giat, penuh kegairahan dan merasa puas dalam pekerjannya.
Indikator dari menurunnya semangat kerja dapat diketahui yaitu antara lain:
1.         Turun atau rendahnya tingkat produktivitas kerja.
Pada umumnya menurunnya semangat kerja dikarenakan tidak adanya motivasi yang berguna sebagai pendorong dalam semangat kerja. Indikasi turunnya semangat kerja ini penting diketahui oleh setiap perusahaan, karena dengan mengetahui tentang indikasi ini akan dapat diketahui sebab turunnya semangat kerja. Dengan demikian perusahaan akan dapat mengambil tindakan-tindakan pencegahan atau pemecahan masalah seawal mungkin.
2.    Tingkat absensi yang naik/tinggi.
Pada umumnya motivasi dari personalia yang menurun dapat menyebabkan karyawan malas untuk datang bekerja. Untuk mengetahui naiknya tingkat absensi harus dilihat dari rata-ratanya bukan secara perorangan. Bila tingkat absensi naik maka dapat disimpulkan motivasi yang menimbulkan semangat kerja menurun.
3.    Labour turnover (tingkat perpindahan buruh) yang tinggi
Bila didalam perusahaan terjadi kenaikan tingkat keluar mask karyawan dari pada sebelumnya, hal ini bisa disebabkan oleh ketidak senangan mereka bekerja pada perusahaan, sehingga mereka berusaha mencari pekerjaan lain yang dianggap sesuai baginya.


4.    Tingkat kerusakan yang naik/tinggi
Adanya kerusakan baik pada bahan baku, barang jadi maupun pada peralatan yang digunakan meningkat, berarti kemungkinan terdapat semangat kerja yang menurun pada karyawan. Naiknya tingkat kerusakan tersebut sebetulnya menunjukkan kurangnya perhatian pada pekerjaan.
5.    Kegelisahan di mana-mana
Kegelisahan pada perusahaan akan terjadi bila semangat kerja menurun. Kegiatan tersebut terwujud dengan bentuk ketidak tenangan dalam bekerja, keluh kesah serta hal-hal lainnya. Kegelisahan pada batas tertentu bila dibiarkan begitu saja akan dapat berhenti dengan sendirinya, tetapi dalam tingkat tertentu perlu adanya tindakan kebijaksanaan dari perusahaan, sehingga tidak merugikan perusahaan itu sendiri.
6.    Tuntutan yang seringkali terjadi
Seringnya tuntutan dari karyawan juga merupakan indikasi produktivitas kerja yang menurun. Tuntutan adalah suatu perwujudan ketidakpuasan yang akan menimbulkan karyawan untuk mengajukan tuntutan.
7.    Pemogokan
Pemogokan merupakan perwujudan ketidakpuasan, kegelisahan dan sebagainya. Bila hal ini memuncak dan tak dapat ditahan lagi, maka akan menimbulkan tuntutan. Apabila tuntutan tidak berhasil, selanjutnya terjadi pemogokan kerja.
Pada prinsipnya turunnya semangat kerja adalah disebabkan karena ketidakpuasan dari para anggota organisasi. Dengan ketidakpuasan yang dirasakan tersebut maka hal ini akan menimbulkan kurang bahagia mereka yang dapat menimbulkan semangat kerja menurun. Bila suatu organisasi atau perusahaan mengalami seperti hal diatas, itu merupakan gejala dari menurunnya motivasi terhadap karyawan. Jika hal demikian terjadi, maka perusahaan harus menyelediki untuk mencari penyebab dari turunnya motivasi terhadap karyawan tersebut sehingga dapat diambil suatu keputusan atau pemecahan masalah agar semangat dan produktivitas kerja karyawan kembali dapat ditingkatkan.

B.  Program Pemberian Perangsang Kerja
Peningkatan kinerja sumber daya manusia dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor perangsang kerja, Diantaranya yaitu program pemberian motivasi dan program insentif. Peran kedua program tersebut cukup besar dalam membentuk sumber daya manusia yang potensial sehingga melahirkan kinerja yang mampu bersaing diera globalisasi ini. Disadari sepenuhnya oleh perusahaan bahwa sumber daya manusia merupakan faktor yang paling penting didalam pencapaian tujuan perusahaan..
1.      Motivasi kerja karyawan
Salah satu aspek memanfaatkan pegawai ialah pemberian motivasi (daya perangsang) kepada pegawai, dengan istilah populer sekarang pemberian kegairahan bekerja kepada pegawai. Telah dibatasi bahwa memanfaatkan pegawaiyang memberi manfaat kepada perusahaan. Ini juga berarti bahwa setiap pegawai yang memberi kemungkinan bermanfaat ke dalam perusahaan, diusahakan oleh pimimpin agar kemungkinan itu menjadi kenyataan. Usaha untuk merealisasikemungkinan tersebut ialah dengan jalan memberikan motivasi. Motivasi ini dimaksudkan untuk memberikan daya perangsang kepada pegawai yang bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya
Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan agar mau bekerja sama secara produktif dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tujuan motivasi menurut Saydam (2000:328) pada hakekatnya tujuan pemberian motivasi adalah untuk:
1.      Merubah  perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan
2.      Meningkatkan gairah dan semangat kerja karyawan
3.      Meningkatkan disiplin kerja
4.      Meningkatkan prestasi kerja karyawan
5.      Meningkatkan produktivitas dan efisiensi
6.      Mempertinggi moral kerja karyawan
7.      Meningkatkan rasa tanggung jawab
8.      menumbuhkan loyalitas karyawean pada perusahaan

Metode Motivasi dibedakan menjadi dua yaitu motivasi langsung dan motivasi tidak langsung.
1.    Motivasi langsung
Motivasi langsung adalah motivasi yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus dan bintang jasa.

2.    Motivasi tidak langsung
Motivasi tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas sehingga para karyawan bersemangat melakukan pekerjaan. Misalnya kursi yang nyaman, mesin yang baik, ruang kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, serta penempatan yang tepat. Motivasi tidak langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat kerja karyawan sehinggga menjadi produktif.
Dari dua metode motivasi diatas yang paling besar pengaruhnya adalah motivasi tidak langsung. Kemudian juga dikenal dua jenis motivasi yang digunakan yaitu motivasi positif (insentif positif) dan motivasi negatif (insentif negatif).
a.       Motivasi Positif
Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada bawahan yang mempunyai prestasi melebihi karyawan yang lain. Dengan adanya motivasi yang demikian maka semangat kerja karyawan akan meningkat karena pada umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.
b.      Motivasi Negatif
Motivasi negatif maksudnya manajer menghukum bawahan jika cara kerja mereka tidak baik. Dengan motivasi yang demikian semangat kerja bawahan dalam jangka pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka panjang berakibat kurang baik.
Kedua jenis motivasi itu penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Motivasi positif baik digunakan untuk jangka panjang dan motivasi negatif baik digunakan untuk jangka pendek.           
2. Insentif
Insentif merupakan salah satu bentuk pemberian penghargaan yang diberikan kepada karyawan terkait dengan kontribusi karyawan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk merangsang peningkatan semangat kerja pegawai. Semakin tinggi kinerja karyawan, semakin besar pula insentif yang diberikan oleh perusahaan.Pelaksanaan sistem insentif dilakukan untuk meningkatkan produktivitas karyawan terhadap output yang dihasilkan. Oleh sebab itu pemberian insentif kepada karyawan akan berdampak terhadap semangat dalam mencapai prestasi yang baik dan memberikan kinerja yang besar bagi perusahaan.
Menurut Sarwoto (2000:144) secara garis besar jenis insentif dapat digolongkan menjadi dua yaiatu :
1.      Insentif material
Ada bermacam-macam cara dalam memberikan balas jasa kepada karyawan untuk pekerjaan yang telah dilaksanakan. Balas jasa seseorang pekerja dapat didasarkan pada:
a)      Waktu
Berwujud gaji dengan jumlah tertentu yang dibayarkan perbulan kepada seorang karyawan. Cara ini dapat digunakan bilaman sulit atau mahal biayanya untuk mengukur hasil pekerjaan karyawan yanng bersangkutan.
b)      Hasil pekerjaan
Diwujudkan dalam bentuk pembayaran yang dibayarkan berdasarkan besar kecilnya hasil pekerjaan.
c)      Gabungan waktu
Diwujudkan dalam bentuk kombinasi antara waktu dengan hasil pekerjaan yang dihasilkan pekerja yang dilaksanakan dengan baik.
Insentif material dapat diberikan dalam bentuk:
a.     Uang
Insentif material yang berbentuk uang dapat diberikan dalam berbagai macam, antara lain:
1)      Bonus
-          Uang yang dibayar sebagai balas jasa atas hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan
-          Diberikan secara selektif dan khusus kepada pekerja yang berhak menerimanya
-          Diberikan sekali terima tanpa sesuatu ikatan dimasa yang akan datang
2)      Komisi
-          Merupakan sejenis bonus yang dibayarkan kepada pihak yang menghasilkan pekerjaan yang baik
-          Lazimnya dibayarkan sebagai bagian dari pada penjualan dan diterima kepada pekerja bagian penjualan
3)      Profit sharing
Dalam hal pembayaran dapat diikuti macam-macam pola, tetapi biasanya mencakup pembayaran berupa sebagian dari laba bersih yang disetorkan kedalam sebuah dana dan kemudian dimasukkan kedalam daftar pendapatan setiap karyawan.
4)      Kompensasi yang ditangguhkan
Ada dua macam program balas jasa yang mencakup pembayaran dikemudian hari yaitu pensiun dan pembayaran kontraktual. Pensiun mempunyai nilai insentif karena memenuhi salah satu kebutuhan pokok manusia yaitu menyediakan jaminan sosial ekonomi setelah berhenti bekerja. Pembayaran kontraktual adalah pelaksanaan perjanjian antara perusahaan dan karyawan dimana karyawan setelah selesai masa kerja akan dibayarkan sejumlah uang tertentu selama periode waktu yang telah ditentukan.
b.        Jaminan sosial
            Insentif material yang diberikan dalam bentuk jaminan sosial yang lazimnya diberikan secara kolektif, tidak ada unsur kompetitif atau persaingan, setiap karyawan dapat memperolehnya sama rata dan otomatis.
Bentuk jaminan sosial ada beberapa macam antara lain:
1)      Pemberian rumah dinas
2)      Pengobatan secara cuma-cuma
3)      Berlangganan surat kabar atau majalah secara gratis
4)      Cuti sakit dan melahirkan dengan tetap mendapatkan pembayaran gaji
5)      Pemberian tugas belajar (pendidikan dan pelatihan)
6)      Pemberian piagam pembayaran
7)      Kemungkinan untuk membayar secara angsuran oleh karyawan atas pembelian barang-barang dari koperasi perusahaan

2.        Insentif non-material
Insentif non-material dapat diberikan dalam berbagai macam bentuk, antara lain:
1)      Pemberian gelar (title) secara resmi
2)      Pemberian balas jasa
3)      Pemberian piagam penghargaan
4)      Pemberian promosi
5)      Pemberian hak untuk menggunakan sesuatu atribut dan fasilitas perusahaan
6)      Pemberian pujian atau ucapan terima kasih secara formal maupun informal

C.  Prosedur Mengatasi Keuangan
Setiap perusahaan memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengelola keuangannya di perusahaann masing-masing. Berbagai cara dipilih agar laporan keuangan lebih mudah dikerjakan, lebih cepat dan dapat menampilkan kinerja keuangan perusahaan secara detil. Kebanyakan perusahaan saat ini telah menggunakan electronic system, atau mengerjakannya secara komputerisasi, baik yang memang telah diprogram, maupun semi- komputerisasi. Walaupun demikian, hasil pengerjaan proses akuntansi ini banyak dipengaruhi oleh SDM yang bersangkutan. Karena dalam praktiknya sendiri banyak perusahaan yang telah menggunakan sistem full electronic  tetapi belum mampu memberikan performance yang terbaik bagi perusahaan, dalam arti  sistemnya sudah bagus tetapi tidak bermanfaat bagi kemajuan perusahaan. Oleh sebab itu pengelolaan keuangan yang baik di perusahaan banyak ditentukan oleh “kehebatan” si akuntan.

Belum lagi beberapa hal yang sangat prinsip yang harus dipegang oleh seorang SDM dalam mengelola keuangan, seperti, faktor kejujuran, ketekunan, ketelitian dan lain-lain yang tidak boleh diabaikan. Termasuk internal pengawasan, hal ini sangat penting sekali dilakukan perusahaan, apalagi jika dikaitkan dengan banyaknya masalah yang terjadi akhir-akhir ini. Karena sehebat apa pun seorang SDM jika internal control sangat lemah bisa jadi performance keuangan kita bisa lebih buruk dari yang seharusnya. Jika hal tersebut benar-benar diperhatikan, mudah-mudahan pengelolaan keuangan dapat dilakukan dengan sangat baik. Praktisnya, sebuah perusahaan yang ingin mengelola keuangan yang baik harus membuat sebuah buku prosedur atau standar operasional prosedur yang biasa sering disebut dengan SOP.

Sehingga setiap perusahaan di divisi keuangan memiliki cara yang sama dalam melaksanakan pekerjaan keuangan, walaupun di bahagian kasir. Hanya saja di dalam job description, kita harus membuat secara detail pekerjaan-pekerjaan mana yang menjadi tanggung jawab seorang kasir, pembukuan ataupun manager keuangan sendiri. Dengan demikian, masing-masing karyawan mempunyai sebuah risiko dan tanggung jawab yang harus dijaganya. SOP sangat penting bagi perusahaan, karena di dalam praktiknya banyak sekali perusahaan yang tidak memilikinya, sehingga setiap saat selalu terjadi perbedaan dalam melaksanakan pekerjaan yang sama. Ada juga perusahaan yang memiliki SOP tetapi karyawannya tidak patuh, alias SOP hanya sekadar pelengkap administrasi atau dokumen perusahaan tetapi tidak pernah dilaksanakan.

Jika perusahaan sudah menerapkan sebuah SOP untuk proses pengelolaan keuangan, maka setiap karyawan tidak perlu bingung dalam mengerjakan transaksi keuangan yang ada. Di SOP  ini cara mengelola keuangan yang baik seharusnya bisa ditampilkan.

            Dua Syaratdalam mengelola keuangan, yaitu:

1.        Seperti yang telah disebutkan di atas, persyaratan pertama adalah SDM yang kompeten di bidangnya, dia harus berasal dari latar belakang pendidikan akuntansi. Walaupun banyak orang yang menyangkalnya bahwa siapa saja bisa mengerjakan keuangan, tetapi perlu Anda yakini bahwa hasilnya jauh dari memuaskan. Bisa-bisa justru malah mengacaukan performance keuangan nantinya.

2.        Dan persyaratan kedua adalah perilaku kerja dari SDM tersebut, yang juga telah dinyatakan di atas. Ketiga sistem atau cara bagaimana pengelolaaan keuangan harus dilakukan, yang biasanya sudah tercantum di SOP perusahaan. Selanjutnya, yang tidak kalah pentingnya seperti hal-hal berikut:

a)         Kelengkapan dokumen transaksi; setiap transaksi harus disertai bukti-bukti, baik untuk transaksi kas masuk maupun kas keluar. Periksa tanggal, tanda tangan orang-orang yang berkaitan, terbilang (berapa jumlah transaksi dimaksud). Harap diingat bahwa di sinilah manipulasi data sering terjadi.

b)        Membukukan transaksi setiap hari, apakah secara manual ataupun komputerisasi. Jangan pernah menunda meng-input transaksi, agar posisi keuangan perusahaan selalu ter-update. Disarankan untuk mengerjakan secara elektronik untuk kemudahan dan kelancaran pengerjaannya maupun dalam proses pengambilan keputusan. Cara ini juga memudahkan para pajabat terkait untuk dapat terus memantau kondisi keuangannya melalui internet. Khusus mengerjakan pembukuan inilah, sangat diperlukan para karyawan yang berlatar belakang akuntansi. Mereka minimal harus mengetahui tahapan-tahapan pembukuan. Mulai dari jurnal transaksi, memasukkan ke buku besar dan buku pembantu, neraca percobaan sampai neraca lajur dengan segala laporan keuangannya (laporan laba rugi, laporan modal dan posisi neraca). Sebelum laporan keuangan dilakukan, harus dilakuan terlebih dahulu jurnal pernyesuaian dan jurnal penutup, agar tidak ada lagi transaksi yang bermasalah. Dan hal inilah juga yang tidak dimiliki oleh para nonakuntansi, karena hal ini tidak dapat dipahami secara mandiri alias otodidak, mengingat keuangan adalah hal yang sangat kritis dan urgensinya cukup tinggi. Dikhawatirkan akan memengaruhi hal-hal lainnya. Dengan Kemampuannya yang spesifik tersebut seorang karyawan akan mampu menampilkan kondisi atau posisi keuangan yang benar-benar akurat. Jika telah selesai, tetaplah melakukan pencetakan, agar jika sewaktu-waktu hendak diperiksa, sementara listrik atau kondisi yang tidak diinginkan pada komputer terjadi, kita memiliki back up data.

c)         Memeriksa saldo kas dan pembukuan secara rutin, termasuk oleh internal auditor sendiri, bagi perusahaan yang tidak memiliki internal auditor dapat menunjuk seseorang yang dipercaya dan cukup capable di keuangan tetapi bukan manajer keuangan, atau pimpinan sendiri. Ini untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

d)        Mengarsip dokumen secara subject, chronology ataupun cara praktis yang memudahkan perusahaan menemukan kembali dokumen ataun transaksi yang diperlukan. Selain rapi, data keuangan yang tidak berada di tempat dapat diketahui, juga menghindari tersebarnya bukti-bukti transaksi ke pihak-pihak yang tidak berkepentingan.

D.  Disiplin
Disiplin adalah kondisi kendali diri karyawan dan perilaku tertib yang menunjukkan tingkat kerja sama tim yang sesungguhnya dalam suatu organisasi. Sedangkan menurut Sutopo Yuwono di dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Produksi, diungkapkan bahwa: “Disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan. Selanjutnya Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan definisi antara lain, disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para pekerja yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
Disiplin kerja dibicarakan dalam kondisi yang sering kali timbul bersifat negatif. Disiplin lebih dikaitkan dengan sangsi atau hukuman. Contohnya: bagi karyawan bank, keterlambatan masuk kerja (bahkan dalam satu menit pun) berarti pemotongan gaji yang disepadankan dengan tidak masuk kerja pada hari itu.

Indikator-indikator disiplin kerja sebagai berikut:

a)      Disiplin kerja tidak semata-mata patuh dan taat terhadap penggunaan jam kerja saja, misalnya datang dan pulang sesuai jadwal, tidak mangkir jika bekerja, dan tidak mencuri-curi waktu
b)      Upaya dalam mentaati peraturan tidak didasarkan adanya perasaan takut, atau terpaksa.
c)      Komitmen dan loyal pada organisasi yaitu tercermin dari berbagai sikap dalam bekerja.

Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan yaitu preventif dan korektif.

1.      Disiplin Preventif
Adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mangikuti berbagai standar dan aturan sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diiri diantara para karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan semta-mata karena dipaksa manajemen. Sebuah contoh system disiplin progresif secara ringkas dapat ditunjukan sebgai berikut:
1)      Teguran secara lisan oleh penyelia
2)      Teguran tertulis, dengan catatan dalam file personalia
3)      Skorsing  dari pekerjaan satu sampai tiga hari
4)      Skorsing satu minggu atau lebih lama
5)      Diturunkan pangkatnya ( demosi )
6)      Dipecat

2.      Disiplin korektif
Adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan  dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektip sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tidakan pendisiplinan (disciplinary action). Sebagai contoh, tindakan pendisplinan bisa berupa perinatan atau skorsing. Sasaran-sasaran tindakan pendisplinan hendaknya positif,bersifat mendidik dan mengoreksi, bukan tindakan  negatif yang menjatuhkan karyawan yang berbuat salah.
Berbagai sasaran tinddakan pendisiplinan, secara ringkas adalah sebagai berikut:
1)      Untuk memperbaiki pelanggar
2)      Untuk menghalangi para karyawan yang lain kegiatan – kegiatan yanUntuk menghalangi para karyawan yang lain kegiatan – kegiatan yang sg serupa.
3)      Untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif.
Hukuman dan pendisiplinan merupakan dua tindakan organisasi terhadap para anggota organisasi sebagai reaksi terhadap pelanggaran yang dilakukan para anggotanya.
Kedua istilah tersebut sering dipakai dalam pengertian yang sama. Hukuman berakibat pada hal-hal yang tidak menyenangkan dan lebih keras daripada pendisiplinan. Hukuman mengakibatkan seorang pegawai kehilangan sesuatu dari organisasi karena melanggar peraturan organisasi. Misalnya, pencopotan jawaban, penurunan pangkat, dan penurunan gaji merupakan hukuman.
Pendisiplinan merupakan tindakan yang tidak membuat pegawai kehilangan sesuatu dari organisasi. Pendisiplinan bersifat konstruktif atau memperbaiki karena pendisiplinan merupakan bagian dari proses pembelajaran. Jika pegawai/karyawan melanggar disiplin, organisasi akan mendisiplinkannya. Adapun tujuan dari pendisiplinan:

1)      Memotivasi karyawan untuk mematuhi standar kinerja perusahaan.
2)      Mempertahankan hubungan saling menghormati antara bawahan terhadap atasannya atau sebalikknya.
3)      Meningkatkan kinerja karyawan.
4)      Meningkatkan moril, semangat kerja, etos kerja, serta efektivitas dan efisiensi kerja.
5)      Meningkatkan kedamaian industrial kewargaan organisasi.

E.  Peranan Pengawasan dalam Hubungannya dengan Disiplin
    
     Pada dasarnya banyak indikator yang memepengeruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi salah satunya yaitu waskat (pengawasan melekat). Waskat adalah tindakan nyata dan paling evektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan wasket berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi prilaku, moral dan sikap, gairah kerja dan prestasi kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
     Dengan waskat, atasan secara langsung dapat mengetahui kemampuan dan kedisiplinan setiap individu bawahannya. Sehingga konduiet setiap bawahannya dinilai secara objektif. Waskat bukan hanya mengawasi moral kerja dan kedisiplinan karyawan saja, tetapi juga harus berusaha mencari sistem kerja yang lebih efektif untuk mewujudkan tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat. Dengan sistem yang bak akan tercipta internal kontrol yang dapat mengurangi kesalahan-kesalahan dan mendukung kedisiplinan serta moral kerja karyawan.
     Jadi waskat menuntut adanya kebersamaan aktif antara atasan dengan bawahan dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat, dengan kebersamaan aktif antara atasan dengan bawahan,terujud kerjasama yang baik dan harmonis dalam perusahaan yang mendukung terbinanya kedisiplinan karyawan yang baik.